Thursday, June 25

Cerita pasal Nasi!

Kisah ini berlaku di sebuah negeri Inderagiri yang dikhabarkan maha kaya.. Walaupun hasul mahsul yang melimpah-ruah dan khazanah kekayaan yang membukit, tapi hakikatnya adalagi rakyat yang terus DERITA..

Oleh sebab siri pengembaraan ini adalah tujuannya untuk menyampaikan sedikit hadiah BERAS buat para marhaen yang kemelaratan. Maka.. biarlah juga cerita yang dikongsikan seputar benda yang sama iaitu.. BERAS atau setelah ia dimasak menjadi namanya NASI!

Kepada "ORANG BESAR-BESAR".. Anda tersangat WAJIB untuk baca ini semua..

Dikisahkan di sebuah kerajaan, sang raja mempunyai seorang Putera yang sangat dimanjakan. Merasa sebagai anak rasa sekaligus putera mahkota kerajaan, dia tumbuh menjadi remaja yang sombong, tidak tahu sopan santun, dan tidak mahu menghargai orang lain. Bahkan suka memperleceh para pengasuhnya. Sebab itulah Putera kecil ini dibenci dan dijauhi oleh para pengasuh sekaligus para pegawai istana lainnya.

Walau dibenci dan dijauhi, Putera kecil ini masih punya satu-satunya sahabat seusia yang setia.. Iaitu si Papai, anak kepada sang jurumasak istana... Si Papai tinggal di bangunan kecil jauh di belakang istana kerajaan... Oleh sebab dilarang menginjakkan kakinya ke dalam istana, maka sang Putera kecillah yang biasanya datang bermain ke rumah si Papai.

Suatu hari, Putera kecil meminta si Papai untuk menemaninya makan siang di ruang makan istana. Bukanlah betul menemani makan, tetapi hanya berdiri manis menunggu sambil melihat sang Putera makan!!

Dipendekkan cerita..

Sebelum makan Putera kecil menundukan kepala sambil mulutnya kumat-kamit seolah sedang berdoa. Kemudian.. Putera kecil mulai melahap hidangan yang tersaji di meja makan. Semua jenis makanan yang sedap dan mahal dimakan. Putera bersantap lagak seperti orang yang sedang kebuluran dan seolah ingin menghabiskan semua makanan di atas meja!

Kadang-kadang ia hanya mencuit dan menggigit makanannya, lalu memuntahkannya dan membuang sisanya di atas meja.. Lantas meja makan jadi bersepah dan sisa-sisa makanan berserakan dimana-mana... Sang Putera seperti mahu mengolok-olok sahabatnya yang hanya mampu berdiri memandangnya. Tapi pelik.. Sebab bukannya merasa dihina, bahkan si Papai malah tersenyum-senyum sejak tadi. Apalagi.. Putera kecil pun jadi tersinggung dan marah melihat kelakuan sahabatnya!

“Hai... apa yang kamu ketawakan? Beraninya kamu tertawa seperti itu dihadapanku? Apa kamu cemburu melihat aku makan sedap?” teriak Putera kecil..

“Tidak, tidak ada apa-apa...,” jawab si Papai.

“Kalau tidak ada apa-apa, mengapa kamu tertawa? Apa yang lucu sangat?” Tanya sang Putera keberangan.

“Tuan Putera jangan cepat marah.. Hamba sungguh gembira dan tidak menyangka sama sekali, bahawa seorang Putera pun rupanya juga berdoa sebelum makan. Apa yang Tuan Putera ucapkan dalam doa tadi?” tanya si Papai..

“Walaupun aku seorang Putera, aku juga orang beragama... Sejak kecil aku diajarkan supaya setiap kali makan hendaklah mengucapkan doa terima kasih kepada Yang Maha Kuasa, atas pemberian makanan yang dihidangkan untukku,” jelas sang Putera dengan bangga.

Si Papai tetap sahaja tersenyum-senyum.. Tapi kali ini ia berani berkata demikian, “Menurut pendapat hamba... Rasa syukur dan terima kasih akan lebih bererti bila ditunjukkan juga kepada orang-orang yang telah menyediakan semua bahan makanan dan memasak hingga tersaji hidangan di meja ini,” kata si Papai. “Lihatlah sisa makanan yang berciciran di piring dan meja itu. Berapa ramaikah orang untuk membuat itu semua?”

“Apa maksud kata-katamu? Aku kan seorang Putera yang boleh berbuat apa saja sesuai kehendakku...” bantah sang Putera kecil.

Si Papai tiba-tiba menarik tangan sang Putera dan mengajaknya menuju ke dapur istana. Dia membawa sang Putera menyaksikan sendiri bagaimana juru masak istana dan para pekerja dapur begitu sibuk menyiapkan makanan serta membuat berbagai macam masakan.

Saat mereka memerhati, tampak seorang petani dari pintu belakang istana sedang membawa sekarung beras sebagai hantaran wajib ke istana. Putera kecil menyapa si petani bak seorang raja yang berkuasa. “Hai... Paman... Terima kasih atas persembahanmu. Bagaimana prestasi padi kali ini?” tanya sang Putera berlagak bijak..

“Prestasi kali ini buruk sekali Tuan..” jawab si petani ketakutan.

“Sudah tiga bulan kami bekerja keras, dari membajak, menanam, mengairi sawah sampai memupuk tanaman, tapi hasilnya sia-sia... Sawah ladang dihancurkan tikus dan hama. Jadi, ampuni kami kerana hanya mampu mempersembahkan sekarung beras ini... Itu sahaja yang kami punya sebab kami pun belum tahu bagaimana nak memberi makan anak isteri kami..” ujarnya sambil menghela nafas panjang.

Mendengar jawaban itu, Putera kecil tersentak dan baru tersedar.. Ternyata rakyatnya sangat menderita dan terancam kelaparan.. Sementara pula dirinya malah menyia-nyiakan dan membuang makanan yang begitu berharga! Sang Putera kecil kemudian lari meninggalkan tempat itu karena merasa malu pada diri sendiri..

Sejak peristiwa itu, tingkah laku Putera kecil berubah secara total. Ia menjadi anak yang sopan dan mahu menghargai orang lain. Setiap kali makan, ia selalu mengingatkan dirinya sendiri, “Jangan sisakan sebutir nasi di piringmu...!”

Akhir sekali.. Ending cerita nie ialah..

Sejak kecil kita telah dididik untuk selalu berdoa dan mengucap syukur atas semua rahmat dan pemberian yang dikurniakan Tuhan kepada kita semua..

Mengucap syukur bukan sekedar berdoa, bukan pula hanya sekadar melaksanakan formalitas ritual beragama. Tetapi lebih dari itu, rasa syukur kita harus disertai dengan MINDA SEDAR iaitu sikap menghargai dan menghormati orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Sama ada orang itu nampak ataupun tidak..

Tuntasnya.. Sebelum butiran nasi yang kita makan sehari-hari memuaskan dan mengenyangkan perut kita, betapa banyak kerja dan keringat lelah yang sudah mendahuluinya!

"TAHNIAH buat LUJNAH PERPADUAN NEGERI ..........."

No comments: